Mustasyar PBNU KH Husein Muhammad mengenang perjalanan hidupnya saat berangkat mondok ke Lirboyo, hal itu ia sampaikan dalam akun facebook-nya dengan tulisan berseri sebagaimana berikut:

BERANGKAT MONDOK (3)

Doa

“Allah Maha Besar . Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Maha Suci Tuhan yang menuntun dengan mudah kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.

Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan ini. Kami juga mohon pada-Mu kebaikan tingkahlaku kami sebagaimana yang Engkau sukai dan Ridha-i.

Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini dan dekatkan jauhnya jarak perjalanan. Ya Allah! Engkaulah teman dalam perjalanan dan Yang mengurusi keluarga kami.

Ya Allah! Sesungguhnya Kami berlindung kepada-Mu dari kesulitan dalam perjalanan, dari  pemandangan yang tak menyenangkan dan dari perubahan situasi yang buruk baik pada harta, keluarga dan anak.

Ya Allah, berilah keselamatan padanya, keselamatan pada orang-orang yang bersamanya dan keselamatan pada apa-apa yang bersamanya.

Isak tangis terdengar di beberapa sudut. Aku mencoba bertahan untuk tidak memperlihatkan duka perpisahan dengan orang-orang yang aku cintai. Para hadirin kemudian satu persatu menyalamiku atau memelukku, sambil mendoakan keberhasilanku kelak. “Semoga hasil maksud”, kata-kata yang selalu aku dengar dari kakek dan ayah-ibuku manakala mendoakan orang yang akan pergi mondok atau mesantren. Kepada para santri perempuan yang ikut hadir aku hanya melambaikan tangan singkat, dan mereka membalasnya dengan cara yang sama.

Aku kemudian di antar ke jalan raya. Di sana sudah menunggu beberapa kendaraan (sekitar 3 atau 4 buah) yang akan mengantarkan aku ke stasiun kereta api di Cirebon. Kakiku seperti tak mau melangkah. Berat sekali. Aku mencoba menatapi satu satu apa yang ada disekitar rumahku; rumah embah (kakek), tajug (mushalla), bangunan-bangunan pondok dan madrasah, kentongan yang dulu sering ditabuh menandai masuknya waktu shalat dan pepohonan di depan rumah dan “bancik-bancik” batu yang menjadi tempat kaki melangkah dari pondok ke mushalla. Ya, bancik-bancik ini yang membuat catatan penanda luka di dahiku, gara-gara jatuh, terpeleset, karena aku berlari-lari di atasnya.

Baca juga: Kiai Husein Muhammad Kisahkan Pengalaman Berangkat Mondok ke Lirboyo (4)

Sambil mataku menyapu semua yang hadir mengantar, aku hanya bilang dalam hati : “Selamat Tinggal rumahku”, “Selamat Tinggal Masa Kecilku”. “Selamat Tinggal kampungku”, “Selamat tinggal kamarku”, “Selamat tinggal” teman-temanku semuanya.