Cara Kelompok Radikal Hindari Pengawasan Intelijen

Oleh: Ayik Heriansyah*)

Aparat penegak hukum sedikit kerepotan saat mau membawa kaum radikal ke ranah hukum formal karena kelompok radikal tidak memiliki kartu tanda anggota seperti e-KTP yang lazim ada pada organisasi-organisasi resmi seperti partai politik, ormas dan LSM. Hal ini bukan kebetulan, kaum radikal sedari awal sudah menyadari jika gerakan mereka berbahaya bagi keselamatan diri dan jaringan mereka. Ide-ide radikal yang mereka perjuangkan sulit diterima masyarakat luas, utopis. Yang pasti pemikiran dan kegiatan kelompok radikal tergolong makar dan subversif di berbagai negara.

Demi menjaga keamanan dan keselamatan diri kaum radikal berserta organisasi, mereka meminimalisir identitas, atribut dan dokumen berbentuk benda fisik yang bisa dijadikan bukti hukum. Jika terpaksa harus mempublikasikan identitas, atribut dan dokumen, sedapat mungkin diabstrakkan, dikaburkan dan diambangkan sehingga publik tidak mendapatkan persepsi yang jelas dan utuh tentang keadaan gerakan kaum radikal. Bagi kelompok radikal, metode ini sekaligus strategi kontra intelijen.

Ibarat kentut tanpa bunyi di tengah orang banyak dalam satu ruangan, aktivitas kaum radikal tercium tapi tidak bisa dipastikan siapa pelakunya. Pola gerakan klandestein memang pola favorit bagi kelompok pemikiran dan politik sejak zaman Khulafa’ur Rasyidin. Tarikh Islam telah mencatat dengan rinci manuver-manuver agen Yahudi Abdullah bin Ubay bin Salul di tengah masyarakat Islam kala itu. Gerakan pemikiran dan politik Abdullah bin Ubay dalam mendeskriditkan penguasa yang sah membuahkan hasil berupa aksi massa mengepung rumah Khalifah Usman bin Affan yang kemudian terbunuh syahid di tangan kaum radikal.

Gerakan siluman kaum radikal berlanjut pasca pembunuhan Khalifah Usman. Mereka membuat manuver dukung mendukung sahabat utama Nabi Saw untuk jadi Khalifah. Para sahabat utama Nabi Saw telah mencium target politik yang ingin diraih kelompok radikal tersebut yaitu untuk menghapus jejak, menghillangkan barang bukti, mendapatkan suaka politik sementara, memecah konsentrasi massa dan soliditas masyarakat Madinah. Dengan pertimbangan menjaga kemaslahatan umat Islam dan dengan kesadaran penuh akan gerakan pemikiran dan politik kaum radikal, Ali bin Abi Thalib menerima amanah sebagai Khalifah yang keempat.

Sekali lagi, Khalifah Ali sadar betul di tengah-tengah kaum muslimin ada kaum radikal yang terus bergerak, merancang konspirasi dan bersiap melakukan aksi. Namun Khalifah Ali ingin menenangkan masyarakat dulu. Kegaduhan politik dihentikan. Masyarakat masih shock dengan prahara pembunuhan Khalifah Usman. Biarkan perasaan masyarakat pulih dari luka fitnah kubra umat Islam. Khalifah Ali paham kegaduhan politik tidak bisa selesai dalam waktu singkat. Akan tetapi Khalifah Ali akan bereskan satu per satu kasus yang terjadi menurut skala prioritas yang dibuatnya.

Di Makkah dan Damaskus suara-suara yang menuntut balas terhadap pelaku pembunuhan Khalifah Usman nyaring dari sahabat-sahabat utama Nabi Saw. Dari Makkah suara tuntutan datang istri Nabi Saw Aisyah, Thalhah dan Zubair. Sedangkan di Damaskus, Muawiyah sebagai gubernur Syam menuntut hal yang sama. Dalam situasi keruh, kelompok radikal tiarap sambil memantau situasi dan kondisi, juga melakukan konsolidasi internal. Kaum radikal merasa merekalah orang-orang yang dituntut itu.

Ketegangan muncul antara Khalifah Ali dengan Aisyah di Makkah. Mendengar isu akan terjadi perang antara Khalifah Ali dan Aisyah, kelompok radikal mendapat angin segar. Ini peluang emas untuk melemahkan posisi Khalifah Ali karena peperangan seringkali merugikan pihak yang berperang. Lagi-lagi dengan metode klandestein ala kentut, kaum radikal menyusup dalam barisan kedua belah pihak. Penyusupan mereka ini dengan membawa strategi provokasi sehingga perang benar-benar terjadi.

Sebenarnya dengan landasan iman dan taqwa setelah melakukan negosiasi, Khalifah Ali dan Aisyah sepakat berdamai. Cuma keadaan ini tidak diinginkan kaum radikal. Persatuan umat Islam akan memperkuat kekuasaan Khalifah Ali. Tentu berbahaya bagi kepentingan, keselamatan dan keamanan kaum radikal. Untuk mencegah jangan sampai hal itu terjadi, di malam yang gelap kaum radikal yang berada di barisan Khalifah Ali dan Aisyah membuat manuver saling serang untuk memprovokasi kedua pasukan. Akhirnya pecah perang Jamal buah konspirasi keji kaum radikal.

Metode kaum radikal di zaman Khulafa’ur Rasyidin diikutin oleh gerakan radikal masa kini yaitu gerakan pemikiran dan politik yang berpuncak pada gerakan bersenjata dengan strategi klandestein dan tanpa kartu tanda anggota (KTA).

*)LD PWNU Jawa Barat/Ketua LTN PCNU Kota Bandung

Bandung, 2 Juni 2018

Written By

More From Author

PDPKPNU Wajib Diikuti Kader Dan Pengurus NU

Subang, NUSORI - Jelang Pelantikan Lembaga Tanfidziyah, Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) dan Pendidikan Dasar Pendidikan…

Persiapan Rakor Korwil LBH GP Ansor Gelar Rapat Dengan LBH PW GP Ansor Jawa Barat

Persiapan Rakor Korwil LBH GP Ansor Gelar Rapat Dengan LBH PW GP Ansor Jawa Barat

Kader GP Ansor Subang Hadiri Pelantikan Pimpinan Pusat

Sejumlah kader Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Subang, H Asep Alamsyah menghadiri…