Perjalanan ibadah haji masyarakat nusantara yang dilaksanakan pada zaman kolonial tentu sangat jauh berbeda dengan kondisi sekarang, hal ini tidak lepas dari berbagai keterbatasan mulai dari fasilitas, regulasi sampai alat transportasi. Gambaran berbagai macam kejadian dan perjuangan umat Islam nusantara yang berkaitan dengan perjalanan ibadah haji itu dapat dijumpai dalam buku Berhaji di Masa Kolonial (2008) karya M Dien Majid.
Diceritakan, walimatussafar atau upacara sebelum berangkat haji dan umrah sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Sebelum berangkat haji biasanya ada upacara perpisahan untuk saling memaafkan antara calon jamaah haji dengan keluarga, kerabat dan juga tetangga kemudian mereka akan mengantarkan kepergiannya sampai ke pelabuhan.
Upacara ini tiada lain adalah sebagai bentuk penghormatan kepada calon jamaah haji yang akan melakukan perjalanan sangat jauh dan cukup lama. Bisa jadi upacara tersebut menjadi pertemuan terakhir sehingga tidak menjadi beban di kemudian hari karena sudah saling memaafkan.
Pada zaman itu, tidak sedikit orang nusantara yang bisa berangkat haji namun tidak bisa kembali pulang karena meninggal di perjalanan atau terdampar di suatu tempat. Sampai saat ini, kesedihan keluarga, kerabat dan tetangga saat mengantarkan calon jamaah haji masih bisa dilihat dan dirasakan.
Perjalanan para calon jamaah haji menuju Mekkah digambarkan penuh dengan rintangan dan perjuangan. Diantaranya harus melewati ombak samudera yang besar dan hembusan angin kencang yang bisa mengakibatkan kapal karam dan membuat penumpang menjadi meninggal, terhempas, terhimpit, barang-barang berharga seperti uang, emas, dan perak hilang namun ada juga penumpang yang selamat.
Selain itu, sebagian penumpang juga harus merelakan barang-barang berharga karena dicuri orang. Akibatnya ketika sampai di pelabuhan mesti mencari pekerjaan menjadi buruh atau meminjam uang kepada syaikh untuk mendapatkan uang dan bisa melanjutkan perjalanan.
Biaya Perjalanan Haji
Selain karena akan melakukan perjalanan yang jauh dengan waktu lama, masyarakat memberikan penghormatan karena calon jamaah haji harus mengeluarkan biaya yang cukup besar.
Saat itu, biaya yang diperlukan untuk menunaikan ibadah haji dalam sekali jalan cukup variatif. Namun secara umum diketahui bahwa harga tiket standar ada sebesar f.110 (gulden) ditambah dengan jasa perusahaan dan syekh f.17,5, dengan demikian jumlah ongkos yang harus dikeluarkan adalah sebesar f. 127,5.
Namun dalam ketentuan umum yang diminta oleh pemerintah Hindia Belanda, setiap calon jamaah harus menyetor uang sebesar f.500, jika terdapat uang lebih dari ongkos yang ditentukan tersebut akan dikembalikan kepada jamaah, namun cara mengembalikannya kepada jamaah itu tidak dijelaskan.
Untuk itu, dalam tradisi walimatus safar biasanya para keluarga, sahabat, kerabat dan tetangga memberikan sejumlah uang untuk membantu meringankan beban biaya perjalanan sekaligus mengharapkan keberkahan.